Prakata UGM
Universitas Gadjah Mada
Universitas
Gadjah Mada resmi didirikan pada tanggal 19 Desember 1949 dan merupakan
Universitas yang bersifaat nasional. Selain itu Universitas Gadjah Mada juga
berperan sebagai pengemban Pancasila dan Universitas pembina di Indonesia
Pada
saat didirikan, Universitas Gadjah Mada hanya memiliki enam fakultas, sekarang
memiliki 18 Fakultas dan satu program Pascasarjana (S-2 dan S-3). Universitas
Gadjah Mada termasuk universitas yang tertua di Indonesia, berlokasi di Kampus
Bulaksumur Yogyakarta. Sebagian besar fakultas dalam lingkungan Universitas
Gadjah Mada terdiri atas beberapa jurusan/bagian dan atau program studi.
Kegiatan Universitas Gadjah Mada dituangkan dalam bentuk Tri Dharma Perguruan
Tinggi yang terdiri atas Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat.
Sejarah UGM
Universitas Gadjah Mada
Gedung
SMT Kotabaru, 24 Januari 1946, kelihatan dipenuhi pengunjung. Mereka adalah
orang-orang yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap peningkatan martabat
manusia Indonesia. Di antara mereka teriihat Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof.
Dr. Prijono, Mr. Soenarjo, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran, Dr. Soeharto. Mereka
bermaksud mendirikan Balai Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta.
Dalam
pertemuan itu, Mr. Soenarjo, menegaskan bahwa di Jakarta, NICA sudah mendirikan
Universitas. Bangsa Indonesia tidak boleh gagal mendirikan universitas.
"Lebih- lebih sekarang, pada waktu pembangunan, waktu kita butuhkan
bermacam-macam ilmu pengetahuan", tambah Mr. Soenarjo.
Pertemuan
di atas diikuti oleh beberapa pertemuan berikutnya, salah satunya adalah
pertemuan di Gedung KNI Malioboro, tanggal 3 Maret 1946. Dalam pertemuan ini,
diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri atas
Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan.
dalam
pertemuan ini, diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, yang terdiri
atas Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan
Dengan
berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, maka pada tahun 1 946 terdapat
dua perguruan tinggi di Yogyakarta. Yang satu lagi adalah Sekolah Tinggi
Teknik, yang berdiri tanggal 17 Februari 1946. Sekolah Tinggi Teknik ini
merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung, yang
terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu di
antara pemimpinnya, tersebutlah nama Prof. Jr. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat.itulah
sebabnya mahasiswa Fakultas Teknik Bandung dapat melanjutkan pendidikannya dan
menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Setelah
penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, kedua perguruan tinggi di
atas terpaksa ditutup. Para dosen dan mahasiswanya memilih berjuang menentang
Belanda ketimbang melanjutkan proses belajar-mengajar. Tetapi. peralatan kuliah
tetap dipelihara dengan baik oleh para mahasiswa.
Klaten
sekarang tentu saja berbeda dengan Klaten di tahun 1946. Perbedaan yang
menyolok adalah soal pendidikan tinggi. Kini Klaten tidak memiliki perguruan
tinggi. Tetapi, Klaten tahun 1946 adalah kota pendidikan. disini berdiri,
antara lain Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi
Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1 946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri
27 September 1946), dan Pergurutan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September
1946).
Mengapa
Klaten dipilih sebagai tempat pendirian beberapa perguruan tinggi? Jawabnya.
karena Klaten terletak di pedalaman. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung
dan Surabaya tidak mungkin lagi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sebab,
ketiga kota tersebut sering kali dibom oleh tentara sekutu. Para pejuang
Indonesia di ketiga kota tersebut tidak tinggal diam. Mereka juga balas
menyerang sekutu. Akibatnya, ketiga kota ini menjadi ajang pertempuran.
Alasan
lain adalah, adanya laboratorium pendukung dan lnstitut Pasteur. Laboratorium
disediakan oleh Rumah Sakit Tegalyoso. Sedangkan Institut Pasteur di Bandung,
setelah diambil alih oleh bangsa Indonesia dari tangan Jepang, 1 September
1945, dipindahkan ke Klaten (Salah seorang yang ikut memindahkan institut ini
adalah Prof. Dr. M, Sardjito).
Kehidupan
perguruan tinggi di Klaten makin marak dengan berdirinya Fak. Kedokteran Gigi
awal tahun 1948. Hal ini berlangsung sampai 19 Desember 1948, saat Belanda
menyerbu ke dalam daerah Republik Indonesia.
Tujuh
bulan sebelum penyerbuan Belanda ke dalam Republik Indonesia, tepatnya awal Mei
1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan sesungguhnya sudah
mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta. Akademi ini berdiri atas usul
Kementerian Dalam Negeri, yaitu untuk mendidik calon-calon pegawai Departemen
Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Dep. Penerangan.
Pada
saat berdiri, Akademi Ilmu Politik ini dipimpin oleh Prof. Djokosoetono, S.H.
Beberapa pegawai Dep. Dalam Negeri yang belajar di sini, antara lain: Djumadi
lsworo, Soempono Djojowadono, Irnan Soetikno, Bambang Soegeng Wardi dan
Dradjat. Sayang, umur akademi ini tidak lama. Setelah pemberontakan PKI Madiun
meletus, September 1948, akademi ini ditinggalkan para mahasiswanya. Mereka
ikut menumpas pemberontakan dan membangun kembali kerusakan-kerusakan yang
terjadi. Maka akademi ini pun terpaksa ditutup.
Kalau di
atas di ceritakan bahwa perguruan-perguruan tinggi yang terpaksa ditutup di
Klaten dan Yogyakarta adalah perguruan tinggi yang sudah beroperasi, di Solo
ada perguruan tinggi yang sudah dibuka terpaksa batal diresmikan. Yakni: Balai
Pendidikan Ahli Hukum. Perguruan tinggi ini berdiri 1 November 1948, sebagai
hasil kerja sama Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan
Kementerian Kehakiman.
Bersamaan
dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin
oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga
merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri
Bersamaan
dengan itu, Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Solo, yang dipimpin
oleh Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H., juga
merencanakan pendirian Sekolah Tinggi Hukum Negeri. Panitia ini menyarankan
agar Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan saja dengan Sekolah Tinggi Hukum
Negeri. Paling tidak untuk melakukan efisiensi. Usul ini, rupanya, diterima
pemerintah. Buktinva, Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948 menyebutkan bahwa
Balai Pendidikan Ahli Hukum digabungkan ke dalam Sekolah Tinggi Hukum Negeri.
Menurut
Prof. Dr. M. Sardjito, Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo ini akan diresmikan
tanggal 28 Desember 1948. Tetapi, sembilan hari sebelum peresmian, Belanda
sudah menyerbu ke wilayah Republik Indonesia. Apa boleh buat, perjuangan
menentang Belanda menjadi prioritas. Akibatnya, sekolah tinggi ini layu sebelum
menguntum dan terpaksa bubar sebelum diresmikan.
Tidak
banyak yang ingat kapan persisnya timbul ide untuk menggabungkan beberapa
perguruan tinggi perjuangan (Sebutan ini, diberikan oleh Prof. Ir. Herman
Johannes) tersebut di atas menjadi sebuah perguruan tinggi. Tetapi, menurut
Prof. Dr. M. Sardjito, tanggal 20 Mei 1949, ada rapat Panitia Perguruan Tinggi,
di Pendopo Kepatihan Yogyakarta. Rapat ini dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo,
dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Dr. M.
Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono,
Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah: beberapa
anggota rapat menyanggupi pendirian perguruan kembali di wilayah republik,
yaitu Yogyakarta. Mereka yang bersedia adalah Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof.
Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono dan Prof. Dr. M. Sardjito.
Kesulitan
utama yang ditemui para Guru Besar tersest di atas dalam mendirikan kembali
perguruan tinggi di Yogya adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Untunglah
Sultan Hamengku Buwono IX bersedia meminjamkan kraton dan beberapa gedung di
sekitar kraton untuk ruangan kuliah. Masalah utama pun terpecahkan. Setelah itu
persiapan lain pun dimatangkan.
Usaha
keras para Guru Besar tersebut akhirnya membuahkan hasil. Tanggal 1 November
1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali
Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian., dan Fakultas
Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Bung Karno. Pada
pembukaan ini, menurut Prof. Dr. M. Sardjito, diadakan sebuah renungan bagi
para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda,
yaitu: Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono,
Hardjito dan Wurjanto.
Keesokan
harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan
beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada yang diresmikan. Kota Yogyakarta pun kembali marak dengan
mahasiswa.
Keesokan
harinya, 2 November 1949, giliran FakultasTeknik, Akademi Ilmu Politik dan
beberapa fakultas yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada yang diresmikan.
Sebulan
kemudian, tepatnya 3 Desember 1949, dibuka pula Fakultas Hukum di Yogyakarta.
Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo. Orang yang
berjasa dalam pemindahan ini adalah Prof. Drs. Notonagoro, S.H.
Tidak
mudah mencari informasi mengapa pada tanggal 2 November 1949 tidak langsung
didirikan sebuah universitas yang bisa menaungi 3 fakultas yang berdiri pada
saat itu. Di samping orang-orang yang terlibat dengan pendiriannya sudah
meninggal dunia, dokumentasi yang dimiliki Universitas Gadjah Mada (UGM) tidak
pernah menyinggung hal tersebut. Adalah wajar kalau kemudian perlu disarankan
kepada UGM untuk mencari alasan tersebut. Paling tidak untuk menyempurnakan
riwayat pendirian Universitas Gadjah Mada.
Tetapi,
beroperasinya kembali 8 fakultas tersebut di atas sejak 1 November 1949,
mendorong lahirnya UGM, 19 Desember 1949. Tanggal ini dipilih, seperti disebut
Bung Karno. adalah untuk memperlihatkan kepada dunia luar bahwa Bangsa
Indonesia sanggup bangkit, meskipun sudah diserang habis-habisan oleh Belanda,
19 Desember 1948, dengan kata lain tanggal 19 Desember 1949 dipilih untuk
menghilangkan noda 19 Desember 1948.
Pada
saat berdirinya, menurut Peraturan Pcmerintah No. 23 Tahun 1949, UGM memiliki
enam fakultas, yaitu: (1) Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu
Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti) ; (2)
Fakultas Kedokteran di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi
dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat; (3) Fakultas Pertanian
di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan; (4) Fakultas Kedokteran Hewan;
(5) Fakultas Hukum di dalamnya ada Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan
Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara,
Ekonomi dan Sosiologi; dan (6) Fakultas Sastra dan Filsafat di dalamnya ada
Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.
Pada
saat peresmian berdirinya UGM, Prof. Dr. M. Sardi . ito ditetapkan sebagai
Presiden UGM. Pada saat yang sama juga ditetapkan Senat UGM dan Dewan Kurator
UGM. Mengenai yang terakhir ini, kepengurusannya terdiri dari ketua (Ketua
Kehormatan adalah Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Ketua adalah Sri Paku
Alam VIII, wakil ketua dan anggota. Ini menimbulkan pendapat bahwa ketika UGM
lahir, ia memang telah siap untuk meneruskan perjuangan, yaitu meningkatkan
martabat manusia Indonesia.
Dari
rentetan riwayat perjuangan mendirikan UGM di atas, tidak berlebihan rasanya
bila disimpulkan bahwa pendirian UGM adalah usaha untuk meneruskan perjuangan.
Ini perlu menjadi pegangan bagi seluruh sivitas akademika UGM
Sumber:
"Riwajat
Perdjuangan Mendirikan Universitas Gadjah Mada dan Sekedar Tentang Perguruan
Tinggi lain di Inonesia " oleh Prof. Dr. M. Sardjito, "Perdjuangan
Universitas Gadjah Mada dan Perguruan Tinggi Lain Dalam Revolusi
Fisik"oleh Pro.f Ir. Herman Johannes, "Buku Kenangan Seperempat Abad
Univervitas Gadjah Mada 11 vang diredakturi oleh Drs. H. Nangtjik dan Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 1949.
Visi
& Misi
Universitas
Gadjah Mada
Visi
Menjadi
universitas riset kelas dunia yang unggul, mandiri, bermartabat, dan dengan
dijiwai Pancasila mengabdi kepada kepentingan dan kemakmuran bangsa.
Misi
Misi
Umum :
Melaksanakan
pembelajaran dan pengabdian berbasis riset.
Misi
Khusus :
Meningkatkan
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat berkelas
dunia, beridentitas kerakyatan serta membangun sosio-budaya Indonesia
Menuntaskan
transisi UGM menjadi universitas yang mandiri dan mempunyai tata kelola yang
baik (Good University Governance).
Tujuan
Menjadi
universitas riset kelas dunia yang beridentitas kerakyatan dan berakar pada
sosio-budaya Indonesia
Menjadi
Universitas yang mandiri dan bertata kelola baik (Good University Governance).
Sasaran
Untuk
tujuan “Menjadi universitas riset kelas dunia yang beridentitas kerakyatan dan
berakar pada sosio-budaya Indonesia” :
Terwujudnya
pembelajaran berbasis riset
Tercapainya
peningkatan reputasi dan akreditasi internasional di bidang Pendidikan, Riset
dan Pengabdian kepada Masyarakat
Tercapainya
peningkatan jejaring kerjasama internasional
Tercapainya
peran UGM yang selalu meningkat dalam penyelesaian masalah bangsa dengan
pendekatan kerakyatan dan sosio-budaya Indonesia mencakup advokasi keunggulan
lokal ke tingkat dunia
Untuk
tujuan “Menjadi Universitas yang mandiri dan bertata kelola baik (Good
University Governance)” :
Tuntas
status dan transfer aset tetap
Tuntas
penyiapan sistem manajemen dan tahapan menuju pengelolaan SDM PT BHMN
Tersusunnya
laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku bagi universitas yang
mandiri
Tercapainya
good governance dalam sistem manajemen
Tercapainya
peningkatan berkelanjutan kapasitas kerjasama dan pengembangan usaha.
Makna
Lambang UGM
Universitas
Gadjah Mada
Sepucuk
surat dari Prof. Dr. Ir. Mochammad Adnan (waktu menjabat Rektor UGM),
tertanggal 31 Oktober 1993, meminta kepada seluruh sivitas akademika UGM agar
melakukan pembetulan terhadap pembentukan lambang UGM, baik pada kop surat,
kalender, buku panduan, sampul buku dan vandel. Menurut Prof. Adnan, sering
kali terjadi kekeliruan pembuatan lambang UGM, terutama pembuatan kesatuan
kumpulan sinar surya yang seharusnya setiap kesatuan berjumlah 19 sorot sinar
(sebagai lambang angka kelahiran UGM), sering dibuat kurang dari 19. Mengapa
kesalahan ini perlu diperbaiki Jawabnya, karena lambang adalah simbol dari
identitas diri. Ia juga sebuah "Trade Mark". Ia dibuat berdasarkan
keinginan luhur dan karena itu mengandung arti yang mendalam.Tidak berlebihan
kiranya bila lambang UGM memiliki makna yang sangat mulia.
Lambang
Universitas Gadjah Mada
Apa
artinya? Sebelum sampai pada arti lambang UGM, perlu dikenali lebih dulu bentuk
lambang UGM. Bentuk lambang UGM bisa dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pusat
lambang. Ia berupa surya atau matahari yang berlubang dan memancarkan sinar
dalam bentuk lima kesatuan kumpulan sinar. Setiap kesatuan kumpulan sinar
terdiri dari sembilan belas sorot sinar. Warna surya dan sinar, kuning emas;
Dua
lingkaran di tengah-tengah matahari. Lingkaran bagian dalam memuat huruf-huruf
menyembul berbunyi GADJAH MADA. Lingkaran bagian luar memuat tulisan
UNIVERSITAS pada bagian atasnya dan tulisan UNIVERSITAS pada bagian bawahnya.
Kedua bentuk lingkaran ini bersusun, sehingga mirip surya kembar. Sedangkan
lima kesatuan kumpulan sinar surya berbentuk Kartika atau Bintang Segi lima;
Lima
songkok. Pada lambang dilindungi oleh lima songkok bewarna putih, yaitu topi
kebesaran panglima. Di antara songkok-songkok tersebut terdapat lima tombak
bewarna kuning.
Lambang
tersebut di atas, yang ditetapkan oleh Senat UGM dalam rapat Senat UGM tahun
1950, disusun oleh Sekretaris Senat UGM dan digambar oleh Katamsi. Lambang ini
diujudkan antara lain pada:
Pakaian
Jabatan Guru Besar UGM dalam bentuk topi bersegi lima, di mana setiap seginya
berbentuk songkok. Tepi balik toga berbentuk lima songkok pula. Sedangkan
bagian punggung, leher, dada dan lengan terbuat dari beledru berwarna hitam,
dengan lambang lima songkok pada leher dan lengan
Duaja
Universitas, yaitu di atas alas berwarna kuning emas dan putih, dan
Tongkat
pedel, yaitu di bagian ujung dan bersisi dua.
Sedangkan
arti dari lambang tersebut di atas bisa diuraikan dalam enam bagian, yaitu:
Surya
dengan sinarnya dan kartika bersegi lima berwarna kuning emas melambangkan
bahwa Universitas Gadjah Mada adalah Universitas Pancasila, Lembaga Nasional
Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan bagi Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila,
yang memancarkan ilmu pengetahuan. kenyataan dan kebajikan.
Titik
pusat lambang berupa matahari berlubang atau "surya binolong". Kata
"surya" mengandung makna angka "satu" dan
"binolong" mengandung makna angka "sembilan", sehingga
bentuk "surya binolong" atau matahari berlubang mengandung makna
"satu" dan "sembilan", yang bisa dibaca 19. Setiap kesatuan
kumpulan sinar pun terdiri atas sembilan belas sorot sinar, yang juga
mengandung makna angka 19, tanggal pendirian UGM.
Dua
bentuk lingkaran bersusun yang melingkari lubang titik pusat lambang di dalam
lima kesatuan kumpulan sinar surya berbentuk bintang segi lima, yang serupa
dengan surya kembar di dalam Kartika atau Bintang. Kartika me. ngandung makna
"satu" dan surya kembar mengandung makna "dua", sehingga
bentuk surya kembar ini mengandung makna angka satu dan "dua", yang
bisa dibaca 12. Angka 12 ini adalah nomor bulan Desember, bulan pendirian UGM.
Songkok
dan Tombak masing-masing berjumlah lima melingkungi Surya dan Kartika,
melambangkan sifat pahlawan dan perjilangan nasional UGM yang selalu siap sedia
dan waspada. Keseluruhannya diliputi dan diresapi Pancasila, kesemuanya itu
melambangkan sifat UGM sebagai monumen perjuangan Pancasila berdasarkan
Pancasila.
Kesatuan
kumpulan Sinar, Segi Kartika, Songkok, dan Tombak, masing-masing berjumlah 5
(lima). Semuanya melambangkan Pancasila, sehingga UGM memiliki dasar, sifat,
dan tujuan, hakekat pahlawan serta perjuangan nasional demi Pancasila.
Warna
putih melambangkan sifat Kesucian. Warna kuning emas melingkari warna putih
pada hakekatnya merupakan satu "sengkalan memet", yaitu rumusan
kata-kata yang menyiratkan pertalian makna warna putih dan warna kuning emas,
yang berbunyi: murnining suci margin kanyatan atau kemurnian kesucian adalah j
alan kenyataan. Katimat ini melambangkan angka tahun 1949, yaitu tahun
pendirian UGM.
Kata
"Murni" mengandung angka 9; "Suci"dilambangkan angka 4;
" Marga" dilambangkan angka 9, sedangkan "kenyataan"
dilambangkan angka 1. Semua ini,bila dibaca dari belakang, mempunyai nilai
1949.
Uraian
di atas melukiskan betapa kompleksnya makna lambang UGM, sesuatu yang tidak
mudah untuk diingat. Kendati begitu, ia perlu dimasyarakatkan, paling tidak
untuk mencegah terulangnya kekeliruan yang ditemukan Prof. Adnan tersebut di
atas.
Sumber:
Buku Kenangan Seperempat Abad Universitas Gadjah Mada dan Statuta Universitas
Gadjah Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar